Selasa, 24 Maret 2015

Pengembangan Ekonomi Kreatif yang Positif

Pengembangan Ekonomi Kreatif yang Positif

Sejak dipimpin oleh Mari Elka Pangestu pada 19 Oktober 2011, Kementerian Pariwasata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) berkiprah mengembangkan ekonomi kreatif Indonesia. Meski terasa masih meraba-raba, pembentukan Kemenparekraf merupakan titik tolak pengembangan ekonomi kreatif yang langsung ditangani lembaga kementerian. Di tataran strategi dan implementasi, terdapat dua koridor utama yang terdiri dari ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya; serta yang berbasis media, desain dan iptek. Selain itu kementerian juga mengembangkan zona kreatif yang berbasis wilayah.

Upaya pengembangan potensi ekonomi kreatif bukanlah kebijakan tanpa dasar. Dalam kajian Kemenparekraf, pada 2008 perkembangannya memberi kontribusi PDB sebesar 7,28% dan mencipta lapangan kerja sebesar 7.686.410. Dalam kurun 2009 s/d 2014, Kemenparekraf memproyeksikan kontribusi sebesar 6 – 10%. Selain kesejahteraan ekonomi, perkembangan ekonomi kreatif juga dianggap mampu memberi dampak sosial berupa peningkatan kualitas hidup dan toleransi sosial. Dua hal yang dibutuhkan oleh negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi dan keragaman budaya yang luar biasa.
Dari sisi pelaku sebetulnya ada banyak pencapaian yang membanggakan dari praktisi ekonomi kreatif di Tanah Air. Meski dengan dukungan terbatas ada banyak sekali pelaku yang mengecap reputasi yang diakui secara nasional dan bahkan internasional. Diantara banyak nama yang muncul ke permukaan adalah Christiawan Lie yang terlibat dalam pembuatan film Transformer III, GI Joe, dan Spiderman IV. Selain itu ada Rini Triyani Sugianto yang terlibat dalam pembuatan film animasi The Adventure of Tintin: Secret of The Unicorn, dan The Avengers. Di bidang musik internasionalisasi Indonesia diwakili oleh band cadas Superman Is Dead, Burgerkill, ataupun kelompok Jogja Hip Hop Foundation.
Sayang kiprah ini kurang mendapat perhatian dan apresiasi yang semestinya. Ada banyak musisi, seniman, sastrawan, desainer, serta para praktisi ekonomi kreatif yang berjuang di jalan senyap. Pemerintah dan masyarakat seakan abai terhadap karya dan prestasi yang mereka capai. Selain itu, tidak jarang kondisi para pekerja kreatif di Indonesia begitu memprihatinkan saat mereka berada di ambang usia. Kabar baik datang dari generasi muda yang mulai menggali sejarah dan mengapresiasi karya para pelaku yang ada di garda terdepan perkembangan dunia kreativitas Indonesia. Sementara itu, perhatian dari pemerintah seringnya hanya jadi angin lalu saja.

Meski secara formal baru dikembangkan sejak 2009, bagi masyarakat kita ekonomi kreatif bukan barang baru. Sebagai contoh geliatnya di kota Bandung sudah terasa sejak lama. Dengan infrastruktur terbatas, warga kota mengandalkan kreativitas untuk menyambung hidup. Tak heran bila Bandung dikenal sebagai pusat perkembangan musik, seni rupa, desain, dan fesyen di Tanah Air. Bandung dinobatkan menjadi percontohan bagi pengembangan kota kreatif pada 2007, namun yang terasa dominan sampai saat ini adalah proses kapitalisasi, gentrifikasi, dan akuisisi usaha oleh pemilik modal besar. Sejak disebut sebagai kota kreatif, identitas kota Bandung yang baru menarik arus investasi dan gairah ekonomi tersendiri. Seiring dengan pembangunan jalan tol Cipularang yang menghubungkan Bandung dengan Jakarta, harga lahan di kota kembang membumbung tinggi. Ongkos produksi semakin mahal. Pelaku ekonomi kreatif kota Bandung yang berbasis UKM cenderung terpinggirkan. Sejauh ini ekonomi kota Bandung memang berkembang pesat, namun persoalan kemiskinan dan masalah lingkungan juga menjadi semakin pelik.

Dalam kajian tim perumus Komite Pengembangan Ekonomi Kreatif Jawa Barat di 5 wilayah BKPP tahun 2011, terungkap bahwa birokrat di daerah sulit melaksanakan Inpres No. 6/ 2009 yang menjadi dasar kebijakan pengembangan ekonomi kreatif Indonesia. Tim juga menemukan bahwa potensi ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya merupakan modal dasar yang perlu dikembangkan secara sistematis. Persoalan utama yang dihadapi di daerah adalah masalah modal finasial, infrastruktur, promosi, pemasaran, serta modal pengetahuan yang minim. Hal ini berbanding terbalik dengan potensi yang dimiliki, yang diantaranya adalah keberagaman budaya serta pertumbuhan populasi muda yang luar biasa.
Disparitas pemahaman dan minimnya pengetahuan membuat proses implementasi kebijakan tersendat di tengah jalan meski Inpres No. 6/ 2009 ditujukan kepada segenap lembaga pusat sampai daerah. Provinsi Jawa Barat merespon kondisi ini dengan menerbitkan SK Gubernur No. 500/Kep. 146-Bapp/2012 tentang Komite Pengembangan Ekonomi Kreatif Jawa Barat yang bernaung di bawah Bappeda Jabar. Komite terdiri dari berbagai pemangku kepentingan; mulai dari akademisi, sektor bisnis, pemerintah, serta komunitas. Walau sudah bekerja hampir satu tahun, perkembangan ekonomi kreatif Jawa Barat belum menunjukan kemajuan berarti meski gelagatnya di masyarakat begitu menggebu. Apa yang terjadi di Bandung dan beberapa Kab/Kota Jawa Barat juga terasa di daerah lain walau dengan tekanan yang berbeda.

Dalam menghadapi keterbatasan infrastruktur serta sengkarut birokrasi dan koordinasi kewenangan pemerintah pusat dan daerah, Kemenparekraf merintis program aktivasi Taman Budaya mulai awal 2012. Kebijakan ini secara khusus ditujukan untuk menyediakan ruang ekspresi, apresiasi dan eksperimentasi bagi khalayak, serta merupakan satu dari sekian banyak kebijakan dan program yang telah dikembangkan. Sejak digagas Prof. Dr. Ida Bagus Mantra pada 1978, saat ini Taman Budaya telah dilihat sebagai instrumen strategis untuk mendorong percepatan pengembangan ekonomi kreatif di daerah. Ada sekitar 25 Taman Budaya di 25 Provinsi. Beberapa hampir tak terdengar kiprahnya, meski aktif mengembangkan bermacam kegiatan lengkap dengan kondisi serta persoalan yang beragam.
Diawali dengan melakukan kajian di Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali, kementerian menggandeng Pemerintah Provinsi untuk mengembangkan program uji coba. Meski proses implementasi kebijakan ini tidak berjalan mulus, ada banyak pihak yang berharap upaya ini jadi terobosan yang berarti bagi masa depan perkembangan ekonomi kreatif yang berbasis kekayaan budaya. Ekonomi kreatif bukan semata soal ekonomi, tapi juga penciptaan nilai yang memanfaatkan akal budi dan pengetahuan. Selain kebijakan yang terpadu, di dalamnya ada peran sains, teknologi, teknik, seni, dan rekayasa. Oleh karena itu pengembangan ekonomi kreatif idealnya adalah sebuah proyek politik dan gerakan kebudayaan yang diharapkan dapat berperan membangun peradaban Bangsa.

INDUSTRI PARIWISATA EKONOMI KREATIF

Definisi ekonomi kreatif hinggga saat ini masih belum dapat dirumuskan secara jelas. Kreatifitas, yang menjadi unsur vital dalam ekonomi kreatif sendiri masih sulit untuk dibedakan apakah sebagai proses atau karakter bawaan manusia. Departemen Perdagangan RI (2008) merumuskan ekonomi kreatif sebagai upaya pembangunan ekonomi secara berkelanjutan melalui kreativitas dengan iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Definisi yang lebih jelas disampaikan oleh UNDP (2008) yang merumuskan bahwa ekonomi kreatif merupakan bagian integratif dari pengetahuan yang bersifat inovatif, pemanfaatan teknologi secara kreatif, dan budaya.
Lingkup kegiatan dari ekonomi kreatif dapat mencakup banyak aspek. Departemen Perdagangan RI (2008) mengidentifikasi setidaknya ada 14 sektor yang termasuk dalam ekonomi kreatif, yaitu :

1. Periklanan.
2. Arsitektur.
3. Pasar barang seni.
4. Kerajinan (handicraft).
5. Desain.
6. Fashion.
7. Film, video, dan fotografi.
8. Permainan interaktif.
9. Musik.
10. Seni pertunjukan.
11. Penerbitan dan percetakan.
12. Layanan komputer dan piranti lunak.
13. Radio dan televisi.
14. Riset dan pengembangan.

Dilihat dari luasan cakupan ekonomi kreatif tersebut, sebagian besar merupakan sektor ekonomi yang tidak membutuhkan skala produksi dalam jumlah besar. Tidak seperti industri manufaktur yang berorientasi pada kuantitas produk, industri kreatif lebih bertumpu pada kualitas sumber daya manusia (SDM). Industri kreatif justru lebih banyak muncul dari kelompok industri kecil menengah.
Walaupun tidak menghasilkan produk dalam jumlah banyak, industri kreatif mampu memberikan kontribusi positif yang cukup signifikan terhadap perekonomian nasional. Depertemen Perdagangan RI (2008) mencatat bahwa kontribusi industri kreatif terhadap PDB di tahun 2002 hingga 2006 rata-rata mencapai 6,3% atau setara dengan 152,5 trilyun jika dirupiahkan. Industri kreatif juga sanggup menyerap tenaga kerja hingga 5,4 juta dengan tingkat partisipasi 5,8%. Dari segi ekspor, industri kreatif telah membukukan total ekspor 10,6% antara tahun 2002 hingga 2006.
Merujuk pada angka-angka tersebut di atas, ekonomi kreatif sangat potensial dan penting untuk dikembangkan di Indonesia. Dr. Mari Elka Pangestu dalam Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015 menyebutkan beberapa alasan mengapa industri kreatif perlu dikembangkan di Indonesia, antara lain adalah :

1. Memberikan kontibusi ekonomi yang signifikan.
2. Menciptakan iklim bisnis yang positif.
3. Membangun citra dan identitas bangsa.
4. Berbasis kepada sumber daya yang terbarukan.
5. Menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa.
6. Memberikan dampak sosial yang positif.

Salah satu alasan dari pengembangan industri kreatif adalah adanya dampak positif yang akan berpengaruh pada kehidupan sosial, iklim bisnis, peningkatan ekonomi, dan juga berdampak para citra suatu kawasan.
Dalam konteks pengembangan ekonomi kreatif pada kota-kota di Indonesia, industri kreatif lebih berpotensi untuk berkembang pada kota-kota besar atau kota-kota yang telah dikenal. Hal ini terkait dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang handal dan juga tersedianya jaringan pemasaran yang lebih baik dibanding kota-kota kecil. Namun demikian, hal itu tidak menutup kemungkinan bagi kota-kota kecil di Indonesia untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Bagi kota-kota kecil, strategi pengembangan ekonomi kreatif dapat dilakukan dengan memanfaatkan landmark kota atau kegiatan sosial seperti festival sebagai venue untuk mengenalkan produk khas daerahnya.
Indonesia dikenal sebagai negara dengan banyak suku bangsa dan budaya. Sebuah kota dapat merepresentasikan budayanya melalui cara-cara yang unik, inovatif, dan kreatif. Pada gilirannya, pengembangan ekonomi kreatif juga akan berdampak pada perbaikan lingkungan kota, baik secara estetis ataupun kualitas lingkungan.

PARIWISATA HUBUNGANNYA DENGAN EKONOMI KREATIF

Kementerian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif RI yang dahulunya adalah Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata RI, sebelumnya telah menetapkan program yang disebut dengan Sapta Pesona. Sapta Pesona yakni mencakup 7 (tujuh) aspek yang harus diterapkan guna memberikan pelayanan yang baik kepada para wisatawan yang datang berkunjung serta menjaga keindahan dan kelestarian alam dan budaya. Program Sapta Pesona juga mendapat dukungan dari UNESCO yang menyatakan bahwa setidaknya ada 6 (enam) aspek dari 7 (tujuh) aspek Sapta Pesona yang harus dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata (DTW) sehingga dapat membuat wisatawan betah dan ingin terus kembali ke tempat wisata, yaitu : aspek aman, tertib, bersih, indah, ramah, dan kenangan.

Pariwisata dan ekonomi kreatif saling berpengaruh dan dapat saling bersinergi jika dikelola dengan baik. Kegiatan wisata dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu : pertama, something to see; Kedua something to do; dan ketiga something to buy. Something to see terkait dengan atraksi di daerah tujuan wisata, something to do terkait dengan aktivitas wisatawan di daerah tujuan wisata, sementara something to buy terkait dengan souvenir khas yang dibeli di daerah tujuan wisata sebagai memorabilia pribadi wisatawan. Dalam pengembangan ekonomi kreatif melalui pariwisata, maka kreativitas akan merangsang daerah tujuan wisata untuk menciptakan produk-produk inovatif yang akan memberi nilai tambah dan daya saing yang lebih tinggi dibanding dengan daerah tujuan wisata lainnya. Dari sisi wisatawan, mereka akan merasa lebih tertarik untuk berkunjung ke daerah wisata yang memiliki produk khas untuk kemudian dibawa pulang sebagai souvenir. Di sisi lain, produk-produk kreatif tersebut secara tidak langsung akan melibatkan individual dan pengusaha enterprise bersentuhan dengan sektor budaya. Persentuhan tersebut akan membawa dampak positif pada upaya pelestarian budaya dan sekaligus peningkatan ekonomi serta estetika lokasi wisata.

Pada hakikatnya, hampir sebagian besar kota/kabupaten di Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan ekonomi kreatif sebagai penggerak pariwisatanya. Kota/kabupaten di Indonesia memiliki daya tarik wisata yang berbeda untuk dapat diolah menjadi ekonomi kreatif.
Strategi pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak pariwisata, dirumuskan sebagai berikut :

1. Meningkatkan peran seni dan budaya pariwisata.
2. Memperkuat keberadaan kluster-kluster industri kreatif.
3. Mempersiapkan sumber daya manusia yang kreatif.
4. Melakukan pemetaan aset yang dapat mendukung munculnya ekonomi kreatif.
5. Mengembangkan pendekatan regional, yaitu membangun jaringan antar kluster-kluster industri kreatif.
6. Mengidentifikasi kepemimpinan (leadership) untuk menjaga keberlangsungan dari ekonomi kreatif, termasuk dengan melibatkan unsur birokrasi sebagai bagian dari leadership dan facilitator.
7. Membangun dan memperluas jaringan di seluruh sector.
8. Mengembangkan dan mengimplementasikan strategi, termasuk mensosialisasikan kebijakan terkait dengan pengembangan ekonomi kreatif dan pengembangan wisata kepada pengrajin. Pengrajin harus mengetahui apakah ada insentif bagi pengembangan wisata kepada pengrajin. Pengrajin harus mengetahui apakah ada insentif bagi pengembangan ekonomi kreatif, ataupun pajak ekspor jika diperlukan.

Pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak pariwisata memerlukan sinergi antar stakeholder yang terlibat di dalamnya, yaitu pemerintah, cendekiawan, dan sektor swasta (bisnis). Dalam Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015 yang disampaikan oleh Dr. Mari Elka Pangestu, berhasil dirumuskan model sinergitas antar stakeholders ekonomi kreatif, khususnya pada sub sektor kerajinan. Sebagai catatan, sub sektor kerajinan merupakan bentuk ekonomi kreatif yang paling dekat dengan pengembangan wisata. Kerajinan termasuk pada pembuatan souvenir atau memorabilia yang memberikan kenangan pada wisatawan sehingga membuka peluang agar wisatawan tersebut kembali berkunjung di kesempatan lain.

Ekonomi Kreatif

Menurut definisi Howkins, Ekonomi Kreatif adalah kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah Gagasan. Benar juga, esensi dari kreatifitas adalah gagasan. Bayangkan hanya dengan modal gagasan, seseorang yang kreatif dapat memperoleh penghasilan yang sangat layak. Gagasan seperti apakah yang dimaksud? Yaitu gagasan yang orisinil dan dapat diproteksi oleh HKI. Contohnya adalah penyanyi, bintang film, pencipta lagu, atau periset mikro biologi yang sedang meneliti farietas unggul padi yang belum pernah diciptakan sebelumnya.

Kemampuan untuk mewujudkan kreativitas yang diramu dengan sense atau nilai seni, teknologi, pengetahuan dan budaya menjadi modal dasar untuk menghadapi persaingan ekonomi, sehingga muncullah ekonomi kreatif sebagai alternatif pembangunan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Alasan mengapa Indonesia perlu mengembangkan ekonomi kreatif antara lain karena ekonomi kreatif berpotensi besar dalam: Memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan; Menciptakan Iklim bisnis yang positif; Membangun citra dan identitas bangsa; Mengembangkan ekonomi berbasis kepada sumber daya yang terbarukan; Menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa; Memberikan dampak sosial yang positif.

Ada alasan lain mengapa indonesia menggunakan sistem ekonomi kreatif Ternyata, tersimpan ribuan bahkan jutaan potensi produk kreatif yang layak dikembangkan di Tanah Air. Tengok saja potensi itu: sekitar 17.500 pulau, 400 suku bangsa, lebih dari 740 etnis (di Papua saja 270 kelompok etnis), budaya, bahasa, agama dan kondisi sosial-ekonomi.

Nilai-nilai budaya luhur (cultural heritage) yang kental terwarisi, seperti teknologi tinggi pembangunan Borobudur, batik, songket, wayang, pencak silat, dan seni bu daya lain, menjadi aset bangsa. Tercatat pula, tujuh lokasi di Indonesia yang dijadikan situs pusaka dunia (world heritage site).

Belum lagi tingkat keragaman hayati (biodiversity) yang sukar ditandingi. Begitu banyak spesies yang khas dan tak dapat dijumpai di wilayah lain di dunia, seperti komodo, orang utan, cendrawasih. Tak ketinggalan, hasil budidaya rempah-rempah, seperti cengkeh, lada, pala, jahe, kayumanis, dan kunyit.

Semua itu bila diarahkan menjadi industri ekonomi krea tif, tentu membuahkan hasil luar biasa. Apalagi, era saat ini mengarah pada ekonomi kreatif, setelah era gelombang pertanian, gelombang industri, dan gelombang informasi, seperti teori Alvin Toffler, berlalu.

Ekonomi kreatif, kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, merupakan satu dari tiga sektor yang dapat mendorong perekonomian Indonesia di saat ekonomi dunia melambat. Dua sektor lain, yaitu pariwisata serta tenaga kerja yang handal, terampil, dan berbudaya. Tiga sektor ini, punya potensi cukup besar, keunggulan serta peluang devisa yang tinggi.

Ekonomi kreatif sangat tergantung kepada modal manusia (human capital atau intellectual capital, ada juga yang menyebutnya creative capital). Ekonomi kreatif membutuhkan sumberdaya manusia yang kreatif tentunya, mampu melahirkan berbagai ide dan menterjemahkannya ke dalam bentuk barang dan jasa yang bernilai ekonomi. Proses produksinya bisa saja mengikuti kaidah ekonomi industri, tetapi proses ide awalnya adalah kreativitas.

Berapakah penghasilan seorang seniman yang hebat? Misalnya grup musik terkenal seperti Dewa 19, atau sutradara film papan atas? Ternyata nilainya tidaklah kecil dan bahkan lebih tinggi daripada penghasilan manajer senior di dunia perbankan. Menjanjikan bukan?

Untuk mengembangkan ekonomi kreatif, pemerintah harus membuat beberapa langkah terobosan, diantaranya seperti :

Menyiapkan insentif untuk memacu pertumbuhan industri kreatif berbasis budaya, dengan harapan mampu menyumbangkan devisa sebesar US$ 6 miliar pada 2010. Insentif itu mencakup perlindungan produk budaya, pajak, kemudahan memperoleh dana pengembangan, fasilitas pemasaran dan promosi, hingga pertumbuhan pasar domestik dan internasional.Membuat roadmap industri kreatif yang melibatkan berbagai departemen dan kalangan.
Membuat program komprehensif untuk menggerakkan industri kreatif melalui pendidikan, pengembangan SDM, desain, mutu dan pengembangan pasar.
Memberikan perlindungan hukum dan insentif bagi karya industri kreatif.

Beberapa contoh produk industri kreatif yang dilindungi HKI-nya, di antaranya buku, tulisan, drama, tari, koreografi, karya seni rupa, lagu atau musik, dan arsitektur. Produk lainnya adalah paten terhadap suatu penemuan, merek produk atau jasa, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu dan rahasia dagang.
Pemerintah akan membentuk Indonesian Creative Council yang akan menjadi jembatan untuk menyediakan fasilitas bagi para pelaku industri kreatif. Keenam, pemerintah akan menyelenggarakan lomba Indonesia Creative Idol (ICI) 2008, yang bertujuan untuk melestarikan dan mengembangkan industri kreatif. Acara ini digelar di 12 kota di Indonesia selama Juni-Agustus 2008.

Dengan menggenjot perkembangan industri kreatif di Tanah Air, banyak manfaat yang bisa diraih apabila pihak pemerintah dan para pendukung ekonomi kreatif serius dalam menjalankan tugasnya, diantaranya seperti :

Bisnis UKM makin berkembang sebagian besar UKM bergerak di industri kreatif. Beberapa masalah UKM di Indonesia, seperti pemasaran, promosi, manajerial, informasi, SDM, teknologi, desain, jejaring (networking), dan pembiayaan diharapkan bisa segera teratasi. Alhasil, harapan IKM menjadi penggerak utama perekonomian nasional dengan kontribusi 54% kepada PDB dan pertumbuhan rata-rata 12,2% per tahun pada 2025 bisa diwujudkan.
Mengurangi tingkat kemiskinan. Menurut BPS, orang miskin pada 2007 telah mencapai 16,5% (sekitar 37,1 juta jiwa), naik dibanding tahun 2005 yang 15,9%, Mengurangi tingkat pengangguran.

Pada 2005, tingkat pengangguran resmi tercatat pada titik tertinggi, yakni 10,3%. Sementara itu angka pengangguran terbuka pada Agustus 2007 mencapai 10,01 juta orang. Tingkat pengangguran pedesaan sedikit lebih tinggi daripada di perkotaan. Mulai tahun 2000 seterusnya, ada kecenderungan meningkatnya pengangguran di kalangan perempuan dan orang muda. Studi Profesor Harvey Brenner dari Johns Hopkins University AS menunjukkan bahwa setiap 1% tambahan angka pengangguran akan mengakibatkan 37 ribu kematian, 920 orang bunuh diri, 650 pembunuhan dan 4000 orang dirawat di rumah sakit jiwa.


Sumber :
https://succesed.wordpress.com/ekonomi-kreatif/
http://www.parekraf.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=2617
http://pariwisata.rejanglebongkab.go.id/tantangan-pengembangan-ekonomi-kreatif-indonesia/

Kamis, 19 Maret 2015

Cinta dalam Hati

Awalnya biasa saja
Saat ku jumpa dirinya disuatu tempat
Rasa suka atau cintapun belumlah muncul sedikitpun

Hari ketemu hari
Waktu ketemu waktu
Jam ketemu menit dan menit ketemu detik
Kedekatanku dengannya semakin melekat
Hingga enam bulan lamanya kedekatan itu terjalin

Kini enam bulan sudah terlewatkan
Pada akhirnya hati dan perasaanku mulai tergoyahkan
Seakan rasa ingin memiliki muncul
Akankah cintaku terbalaskan?

Tiba 1 tahun sudah kujalani
Hingga rasa ini masih ada didalam hati

Terkadang ku terdiam merenungkan rasa ini
yang semakin hariku merasa rindu akan dirinya
dan ku tersadar kau bukanlah siapa-siapa untukku

Ingin rasanya ku mengungkapkan perasaan ini
Namun ku tak berani untuk mengungkapkannya
Ku hanya bisa meminta dan mengadukan tentang dirinya kepada Allah
"Tuhan, tolong jaga hatinya untukku dimanapun ia berada?
tolong jaga hatiku untuknya dan jangan biarkan cinta ini pudar"

Namun apakah caraku ini terlalu berlebihan untuknya?
Akankah cinta ini wajar padanya?
Apakah ini yang dinamakan cinta?
Entahlah, akupun tak mengerti dengan perasaan ini
Biarkanlah cinta ini ku simpan dalam hati selamanya




By : Masitoh Rahmi W