DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI.................................................................................................................... 1
A.
PENDAHULUAN........................................................................................................ 2
B.
LATAR
BELAKANG................................................................................................... 3
C. PEMBAHASAN........................................................................................................... 4
C.1 Pengertian
ritel tradisional dan ritel
modern................................................................... 4
a.
Minimarket....................................................................................................... 4
a.1. Alfamart..................................................................................................... 5
a.2. Indomaret................................................................................................... 6
b.
Supermarket...................................................................................................... 6
b.1. Carrefour.................................................................................................... 6-7
b.2. Super
Indo.................................................................................................. 7
c.
Hypermart......................................................................................................... 8
d.
Department
Store.............................................................................................. 8
e.
Perkulakan......................................................................................................... 8
D.
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................................... 9
A.
PENDAHULUAN
Munculnya “bisnis retail” seperti
mini market, super market, hypermarket dan sebagainya adalah bagian dari
modernisasi dari pasar tradisional yang memungkinkan orang dapat berbelanja
dengan fasilitas dan kenyaman serta pelayanan yang baik, selain itu harga dari
setiap produk yang cukup terjangkau. Perubahan perilaku bisnis tersebut adalah
bagian dari pengaruh perilaku pasar yang trend di luar negeri yang kemudian
masuk ke Indonesia sejak tahun 1990an, ditandai dengan dibukanya perusahaan
retail besar asal negeri sakura Jepang yaitu “SOGO”, sejalan dengan itu
mengundang banyak reaksi kritikan, disebabkan Super market ini banyak diminati
orang, yang berimplikasi pada persaingan pasar, utamanya pada usaha menengah
seperti toko produk barang sejenisnya yang nyaris gulung tikar, bahkan sebagian
kalangan menilai berdampak buruk terhadap perekonomian di Indonesia, maka
Kemudian dikeluarkannya keputusan presiden No. 99/1998, yang menghapuskan
larangan investor asing untuk masuk kedalam “bisnis retail” di Indonesia.
Batasan pasar
tradisional diatas nampak kurang mewakili pengertian ritel tradisional secara
utuh. Karena, berbeda dengan batasan toko modern yang terperinci mulai dari
bentuk yang terkecil (minimarket) hingga yang terbesar (hypermarket), batasan
pasar tradisional hanya menjelaskan adanya tempat yang luas (atau cukup luas)
untuk melokalisasi toko, kios, dan petak-petak, sebagai tempat usaha milik para
pedagang dan tempat masyarakat membeli barang-barang kebutuhan
sehari-hari. Oleh karena itu, bila menggunakan klasifikasi bentuk ritel
dalam mengkaji persaingan ritel tradisional dan ritel modern, agar berimbang
dengan batasan toko modern yang terperinci dalam berbagai ukuran, maka perlu
ditambahkan jenis ritel ukuran-ukuran kecil dalam ritel tradisional seperti
toko, kios, dan warung yang tidak berada dalam lokasi pasar. Kini di kabupaten atau kota bahkan desa di Indonesia,
“bisnis retail” mulai banyak dilirik kalangan pengusaha, sebab memiliki
pengaruh positif terhadap jumlah lapangan pekerjaan dan keuntungannya yang
menjanjikan, dengan sistem pemasaran format self service, yaitu konsumen
membayar di kasir yang telah disediakan. Adanya sentuhan teknologi, yang terintegrasi
pada perangkat lunak (software), memudahkan
pencatatan dengan menggunakan komputer, baik itu pencatatan aktifitas dan
transaksi dari administrator, kasir, kepala gudang dan lain sebagainya, membuat manajemen atau pengelolaannya rapi dan
terkontrol serta laporan transaksi dapat di evaluasi setiap bulannya. Dari
aspek sosialnya, menciptakan budaya baru dalam berbelanja, yaitu adanya
atmosfer berbelanja yang lebih bersih dan nyaman.
B.
LATAR
BELAKANG
Persaingan dalam
industri ritel dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu persaingan antara ritel
modern dan tradisional, persaingan antar sesama ritel modern, persaingan antar
sesama ritel tradisional, dan persaingan antar supplier. (Tulus TH Tambunan dkk,
2004). Diantara keempat jenis persaingan tersebut, persaingan antara ritel
tradisional dan ritel modern paling banyak mengundang perhatian, karena
menempatkan satu pihak (ritel tradisional) dalam posisi yang lemah.
Sehingga hal ini memaksa semua pihak yang terkait (pelaku ritel, asosiasi,
pemerintah, pakar bisnis ritel) berperan aktif bersama-sama menyelesaikan
ekses persaingan tersebut.Salah satu indikator
ketimpangan kekuatan antara ritel tradisional dan ritel modern dapat dilihat
dari segi pertumbuhan kedua jenis ritel tersebut. Federasi Organisasi Pedagang
Pasar Indonesia (FOPPI) mecatat di seluruh Indonesia terjadi penyusutan
jumlah pasar tradisional sebesar 8% per tahun. Pada saat
bersamaan, pertumbuhan pasar modern justru sangat tinggi. Mengambil contoh
periode 2004-2007, laju pertumbuhan supermarket mencapai 50% per tahun. Pada
periode yang sama, pertumbuhan hypermarket bahkan mencapai 70%. (SWA
06/XXV/2009). Gambaran pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik mencatat
pertumbuhan bisnis ritel meningkat positif mencapai 6,1%. Sebaliknya,
keberadaan ritel tradisional masih menyisakan berbagai masalah. Berdasarkan
survei yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) di 12 provinsi,
tercatat ada kurang lebih 3.900 pasar tradisional dan 91% diantaranya dibangun
kurang lebih 30 tahun yang lalu. (Seputar-Indonesia.Com. 25 Maret 2011). Lokasi keberadaan
industri ritel merupakan salah satu titik lemah ritel tradisional. Menurut
Haryadi Sukamdani, Wakil Ketua Umum Bidang Moneter, Fiskal, dan Kebijakan Publik
Kadin Indonesia, lokasi pasar-pasar modern yang menyalahi aturan menyebabkan ribuan pelaku UMKM di pasar tradisional dan
tempat-tempat lainnya terpaksa gulung tikar karena kalah bersaing dengan pasar
modern. Dia menambahkan, di seluruh negara-negara di dunia, termasuk Eropa dan
Amerika Serikat, hypermarket tidak diperkenankan berada di tengah kota. Namun
di Indonesia, hypermarket atau supermarket justru banyak di tengah kota. Ketidakjelasan regulasi mengenai industri ritel, terutama menyangkut
jarak lokasi ritel, atau pelanggaran aparat pemerintah yang memberikan ijin usaha ritel walau melanggar aturan,
menambah berat upaya melindungi ritel tradisional. Merilis berita sedikitnya
sembilan minimarket di Jakarta ditutup karena melanggar aturan soal jarak
minimal dengan pasar tradisional. Sebelumnya Pemprov DKI Jakarta menemukan 46
PNS terbukti melakukan pelanggaran
menerbitkan izin usaha untuk 13 minimarket. Dari 46 PNS ini ada yang sudah
meninggal dan pensiun dan hanya tinggal 13 orang masih aktif bekerja sebagai PNS
DKI Jakarta. Persaingan industri ritel tradisional dan ritel modern menimbulkan
dorongan untuk menelaah anatomi persaingan tersebut. Tulisan ini merupakan
telaah dari pustaka, baik berupa penelitian, kajian, liputan dan
pemberitaan, dalam upaya lebih memahami
deskripsi mengenai persaingan ritel tradisional dan ritel modern. Pembahasan
dimulai dengan memberikan pengertian ritel tradisional dan ritel modern,
kemudian dipertajam dengan membahas perbedaan karakteristik ritel tradisional
dan ritel modern.
C.
PEMBAHASAN
C.1. Pengertian Ritel Tradisional dan Ritel Modern
Bisnis ritel dapat diklasifikasikan menurut bentuk, ukuran, tingkat modernitasnya,
dan lain-lain, sehingga akan ditemukan berbagai jenis bisnis ritel. Namun,
pada umumnya pengertian bisnis ritel dipersempit hanya pada in-store retailing
yaitu bisnis ritel yang menggunakan toko untuk menjual barang dagangannya. Hal
ini bisa diamati pada pembahasan- pembahasan isu mengenai bisnis ritel,
baik di media massa maupun forum-forum diskusi, tanpa disadari terfokus pada
bentuk ritel yang secara fisik kasat mata yaitu
toko-toko usaha eceran.Regulasi pemerintah mengenai bisnis ritel berada dalam
arus pemikiran seperti pada umumnya karena cenderung menggunakan pendekatan
yang membatasi bisnis ritel hanya pada in-store retailing. Termasuk dalam
memberikan batasan mengenai ritel tradisional dan ritel modern. Perpres No 112
Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, memberikan
batasan pasar tradisional dan toko modern dalam pasal 1 sebagai
berikut:
§ Pasar
Tradisional
Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah
Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan
tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat
atau koperasi
dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang
dagangan
melalui tawar menawar.
§ Toko
Modern
Toko Modern adalah toko dengan
sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk
Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang
berbentuk Perkulakan. Batasan Toko Modern ini dipertegas di pasal 3,
dalam hal luas lantai penjualan sebagai berikut:
a) Minimarket, kurang
dari 400 m2 (empat ratus meter per segi).
Minimarket merupakan
jenis pasar modern yang agresif memperbanyak jumlah gerai dan menerapkan sistem
franchise dalam memperbanyak jumlah gerai. Dua jaringan terbesar Minimarket
yakni Indomaret dan Alfamart juga menerapkan sistem ini. Tujuan peritel
minimarket dalam memperbanyak jumlah gerai adalah untuk memperbesar skala usaha
(sehingga bersaing dengan skala usaha Supermarket dan Hypermarket), yang pada
akhirnya memperkuat posisi tawar ke pemasok. Minimarket
yaitu produk dijualnya hanya kebutuhan rumah tangga, makanan dan termasuk
kebutuhan harian, jumlah produknya <5000 item, luas gerainya maksimum 400m2,
potensi penjualannya maksimum 200 juta dan area parkirnya terbatas. Minimarket adalah toko
berukuran relatif kecil yang merupakan pengembangan dari Mom & Pop
Store, dimana pengelolaannya lebih modern, dengan jenis barang dagangan lebih
banyak. Mom & Pop Store adalah toko berukuran relatif kecil yang dikelola
secara tradisional, umumnya hanya menjual bahan pokok/kebutuhan sehari-hari yang
terletak di daerah perumahan/pemukiman, biasa dikenal sebagai toko kelontong.
(Tambunan dkk, 2004:4). Pada kelompok Minimarket, hanya terdapat 2 pemain besar
yaitu Indomaret dan Alfamart.
a.1. ALFAMART
§ Menurut Pak Wira yang saat ini membuka usahanya di daerah yang jauh
dari perkotaan tepatnya di daerah tangerang. Luas toko yang standar alfamart 150 – 250 m2, dirinya mampu meraup minimal Rp.
8.000.000/ hari lho. Jadi jika sebulan dia bisa meraup rata-rata terendah
sekitar Rp.248.000.000,-. Itu masih ukuran terendah, belum keuntungan di atas
rata-ratanya, terutama dalam memasuki musim liburan maupun
hari raya. Kamu harus bilang WOW!! Karena dirinya bisa meraup sekitar
Rp.200.000.000/bulan.
§
Waralaba Alfamart
Waralaba Alfamart adalah usaha
minimarket yang dimiliki dan dioperasikan berdasarkan kesepakatan waralaba dari
PT. Sumber AlfariaTrijaya Tbk, selaku pemegang merek Alfamart. Dengan motto
“Belanja Puas, Harga Pas” model bisnis Alfamart adalah menjual berbagai
kebutuhan sehari- hari dengan harga terjangkau dan berlokasi di sekitar wilayah
perumahan.
Alfamart bekerjasama dengan Bank
Negara Indonesia (BNI) memberikan kredit khusus pembiayaan bagi penerima
waralaba (franchisee) PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart). Kredit yang
disedikan bagi penerima waralaba Alfamart itu mulai dari Rp 300 juta ingga Rp 1
miliar untuk tiap debitur.
Dengan kerjasama ini, Alfamart
memberikan rekomendasi kepada calon penerima waralaba sehingga proses adminstrasi
kredit dapat lebih cepat. Dengan syarat calon debitur telah disetujui sebagai
calon penerima waralaba, dan mendapatkan rekomendasi secara bisnis dari
Alfamart.
Kerjasama itu ditandatangani
oleh Direktur Usaha Kecil, Menengah dan Syariah BNI Achmad Baiquni dengan Vice
President Director PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk Henry Komala yang juga
merangkap sebagai Franchise Director. Kerjasama ini merupakan bentuk dukungan
BNI pada bisnis waralaba di Indonesia dan menggali potensi pembiayaannya. Dia
menjelaskan ada lebih dari 800 merek yang telah diwaralabakan di Indonesia
dengan puluhan ribu gerai dan dengan omset bisnis yang mencapai Rp 81
triliun dan menyerap banyak lapangan pekerjaan. “Karena telah bekerjasama
dengan pemilik waralaba, skema pembiayaan ini lebih mudah, murah, dan lebih
cepat dari skema pembiayaan komersial lainnya,” kata Baiquni di Jakarta Rabu 31
Maret 2010.
Per Februari 2010, jumlah
gerai Alfamart telah mencapai 3.532 gerai, dan 934 gerai di antaranya
merupakan toko franchise. Diharapkan dengan ditandatanganinya kerjasama antara
Alfamart dan BNI ini mampu mendorong pertumbuhan toko franchise Alfamart
menjadi 1.500 gerai di akhir tahun 2010.
a.2. INDOMARET:
Waralaba indomaret sendiri memukan
kemitraan atau waralaba indomaret pada tahun 1997, kini dengan berjalan waktunya
indomaret memiliki kurang lebih 6161 gerai baik yang dikelola secara
waralaba indomaret atau dikelola langsung oleh pihak indomaret.
Berikut ini estimasi biaya untuk
membeli hak waralaba indomaret:
Budget Waralaba Indomaret
Rp 36.000.000 termasuk PPn
Budget Waralaba Indomaret Investasi
Rp 300.000.000 hingga Rp
350.000.000 (biaya termasuk waralaba Fee, Perijinan, Pembelian, Peralatan
Elektronik dan Non elektronik)
Budget Waralaba Indomaret Dalam Hal Royalti
Persentase Penjualan Bersih
Rp 0 hingga Rp. 175.000.000 -> 0 %
Rp 175.000.000 hingga 200.000.000 -> 2
%
Rp 200.000.000 hingga 225.000.000 -> 3
%
> Rp 225.000.000 -> 4 %
b) Supermarket, 400 m2
(empat ratus meter per segi) sampai dengan 5.000 m2 (lima ribu meter per segi).
Supermarket Adalah
bentuk toko ritel yang operasinya cukup besar, berbiaya rendah, margin rendah,
volume penjualan tinggi, terkelompok berdasarkan lini produk, self-service,
dirancang untuk memenuhi kebutuhan konsumen, seperti daging, hasil produk
olahan, makanan kering, makanan basah, serta item-item produk non-food seperti
mainan, majalah, toiletris, dan sebagainya. Pada kelompok Supermarket, terdapat
6 pemain utama yakni Hero, Carrefour, Superindo, Foodmart, Ramayana, dan Yogya
+ Griya Supermarket. Supermarket
produk jualnya adalah kebutuhan rumah
tangga, makanan, dan termasuk kebutuhan harian, jumlah produknya 5000-25000
item, luas gerainya 400-5000m2, area parkirnya sedang (memadai), potensi
penjualannya 200 juta-10 milliar. Dalam
perkembangannya, format Supermarket tidak terlalu favourable lagi. Sebab, dalam
hal kedekatan lokasi dengan konsumen, Supermarket kalah bersaing dengan
Minimarket (yang umumnya berlokasi di perumahan penduduk), sementara untuk
range pilihan barang, Supermarket tersaingi oleh Hypermarket (yang menawarkan
pilihan barang yang jauh lebih banyak). (Pandin, 2009).
b.1. Carrefour:
Pada bulan
Januari 2013, Trans Corp melalui anak perusahaannya, PT Trans Ritel mengambil
alih 100% saham PT Carrefour Indonesia sehingga nama perusahaan pun berubah
menjadi PT Trans Retail Indonesia (Carrefour).
PT Trans Retail
Indonesia berinovasi dalam memberikan standar pelayanan kelas dunia di industri
ritel Indonesia. Carrefour juga memperkenalkan konsep hipermarket dan
menyediakan alternatif belanja baru di Indonesia bagi pelanggan Carrefour.
Carrefour menawarkan konsep ìOne-Stop Shoppingî yang menawarkan lebih dari
40.000 produk. Pelanggan dapat memperoleh pilihan produk yang lengkap untuk
memenuhi segala kebutuhan sehari-hari dengan harga kompetitif. Hal ini didukung
dengan lingkungan belanja yang nyaman dengan pelayanan terbaik untuk mencapai
kepuasan pelanggan.
Saat ini, PT
Trans Retail Indonesia sudah beroperasi di 83 gerai dan menyebar ke 28 kota di
Indonesia. Sekitar + 72 juta pelanggan setia berbelanja di Carrefour setiap
tahunnya. Sebagai salah satu pemain ritel terkemuka, Carrefour berusaha untuk
mengikuti trend yang berkembang di masyarakat.
PT Trans Retail
Indonesia juga telah memberikan kontribusi dan berpartisipasi aktif dalam
pembangunan daerah di sektor Pertanian dengan membeli 95% produk dari pasar
domestik, meningkatkan kehidupan petani dengan menjaga hubungan jangka panjang
dan memperluas akses pasar di gerai Carrefour, meningkatkan perkembangan
kualitas produk lokal dengan memperkenalkan metode pertanian modern.
b.2. SUPER
INDO:
Super Indo adalah supermarket
di Indonesia.
Bisnis ini sudah berkembang sejak tahun 1997. Hingga akhir
tahun 2012, Super Indo sudah memiliki 103 gerai yang sebagian besar tersebar di
kota-kota besar terutama di Jakarta, Bandung
dan Surabaya.
Setiap gerai umumnya menjual berbagai produk makanan, minuman dan
barang kebutuhan hidup lainnya.
Super Indo berkembang di
Indonesia sejak tahun 1997. Menurut data dari situs web resmi Super Indo hingga
akhir tahun 2012, Super Indo telah memiliki 103 gerai yang sebagian besar
berada di Pulau Jawa
dengan jumlah 5.400 karyawan terlatih. Setiap gerai umumnya menyediakan beragam
produk kebutuhan sehari-hari.
Super Indo merupakan jaringan ritel internasional Delhaize Group, sebuah
perusahaan ritel produk pangan berpusat di Brussel,
Belgia yang
beroperasi di tiga benua dan sebelas negara (Belgia, Amerika
Serikat, Romania,
Yunani, Luksemburg,
Indonesia,
Serbia, Bulgaria, Bosnia dan Herzegovina, Montenegro,
serta Albania).
Delhaize Group membeli 51% saham Super Indo pada tahun 1997.[1]
Delhaize Group tercatat di bursa saham Euronext (Euronext: DELB)
dan Bursa efek New York (NYSE: DEG).
Delhaize Group memiliki lebih dari 3.451 gerai pada akhir 2012. Super Indo
memiliki private brand "365". "365" diluncurkan pada
tahun 2006 dan telah memiliki lebih dari 140 jenis produk. Super Indo memiliki
motto "Lebih segar, lebih hemat, lebih dekat."
c) Hypermarket, diatas
5.000 m2 (lima ribu meter per segi);
Hipermarket merupakan
toko ritel yang dijalankan dengan mengkombinasikan model discount store,
supermarket, dan warehouse store di satu tempat. Barang-barang yang ditawarkan
meliputi produk grosiran, minuman, hardware, bahan bangunan, perlengkapan
automobile, perabot rumah tangga, dan juga furniture. (Sopiah,2008:52). Pada kelompok
Hypermarket hanya terdapat 5 peritel dan 3 diantaranya menguasai 88,5% , pangsa
omset Hypermarket di Indonesia. Tiga pemain utama tersebut adalah Carrefour
yang menguasai hampir 50% pangsa omset
hypermarket di Indonesia, Hypermart (Matahari Putra Prima) dengan pangsa 22,1%,
dan Giant (Hero Grup) dengan 18,5%. Hypermarket menawarkan pilihan barang yang
lebih banyak dibanding Supermarket dan Minimarket, sementara harga yang
ditawarkan Hypermarket relatif sama – bahkan pada beberapa barang bisa lebih
murah daripada Supermarket dan Minimarket.
Hypermarket produk yang dijualnya
adalah kebutuhan rumah tangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile,
fashion, furniture, dan lain-lain, luas gerainya >5000m2, area parkirnya
sangat besar, potensi penjualannya >10 milliar. (Pandin, 2009)
d) Department Store,
diatas 400 m2 (empat ratus meter per segi);
Secara umum
pertumbuhan bisnis department store tidak sepesat bisnis ritel lainnya seperti hypermarket dan minimarket
yang menjual produk makanan dan sebagainya. Sedangkan department store adalah
ritel yang menjual produk non makanan yaitu komoditi fashion termasuk pakaian,
tas, sepatu, akesoris, perabotan rumah tangga yang ditata menjadi bagian-bagian
(department) dengan sistem pembelian secara swalayan. Luas department store
bervariasi dari 600 m2 sampai mencapai 40.000 m2 seperti Sarinah dan
Pasar Raya, namun kebanyakan department store besarnya berkisar antara 1.000 -
4.000 m2. Bisnis department store di Indonesia didominasi oleh beberapa pemain
saja. Menurut nilai penjualannya, market share tiga department store yakni
Matahari, Ramayana dan MAP (mengelola Sogo, Debenhams, Seibu, Lotus)
secara kumulatif mencapai lebih dari setengah dari industri ini.
Berikut dari Department Store:
·
PT. Matahari
Department Store meraih penjualan sekitar Rp 15,5 triliun pada 2010 lalu.
Jumlah ini naik 10% dari sebelumnya yaitu Rp 14 triliun.
· PT. MAP Tbk
yang memiliki Sogo, Seibu, Debenhams dan Lotus mencatat penjualan Rp 6,3
triliun, dimana sekitar 44% merupakan kontribusi dari department store yaitu
sekitar Rp 2,7 triliun pada 2010.
· PT. Ramayana
Lestari Sentosa Tbk mencatat penjualan sekitar Rp 4,25 triliun. Dari jumlah
tersebut sekitar 73% adalah merupakan kontribusi dari department store sekitar
Rp 2,9 triliun.
e) Perkulakan, diatas
5.000 m2 (lima ribu meter per segi).
INDOGROSIR (Pusat Perkulakan) adalah
pusat perkulakan modern pertama yang bergerak di bidang retail Perdagangan
barang kebutuhan sehari-hari, seperti menjual Peralatan Rumah Tangga, Produk Kebutuhan Rumah
Tangga, dan lain sebagainya. Perkulakan dapat diartikan sebagai sarana atau tempat usaha untuk
menjual barang konsumsi secara grosir. Istilah lain dari perkulakan yakni PASAR GROSIR. Pasar Grosir ini
juga merupakan Pasar tempat dilakukannya usaha perdagangan partai besar.
D.
DAFTAR PUSTAKA
Tambunan,
Tulus TH, dkk., 2004. Kajian Persaingan
dalam Industri Retail. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
SWA 06/XXV/2009. ” Peaceful Coexistence”.
Seputar-Indonesia.Com.
25 Maret 2011. Bisnis Ritel Hadapi Kendala. http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/389103/.
Sopiah dan
Syihabudhin. 2008. Manajemen Bisnis
Ritel. Edisi I. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Liputan6.com. 23 Maret
2011. Bisnis UMKM Tergerus Pasar Modern. http://berita.liputan6.com/ekbis/201103/325912/Bisnis_UMKM_Tergerus_Pasar_Modern
Pandin, Marina L. ”Potret
Bisnis Ritel Di Indonesia: Pasar Modern”. Economic Review No.215 Maret
2009