Senin, 17 Maret 2014

Bisnis Retail



DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................  1
    A.    PENDAHULUAN........................................................................................................  2
    B.     LATAR BELAKANG...................................................................................................  3
    C.    PEMBAHASAN...........................................................................................................  4
C.1 Pengertian ritel tradisional dan ritel modern...................................................................  4
a.       Minimarket.......................................................................................................  4
a.1. Alfamart.....................................................................................................  5
a.2. Indomaret...................................................................................................  6
b.      Supermarket......................................................................................................  6
b.1. Carrefour.................................................................................................... 6-7
b.2. Super Indo.................................................................................................. 7
c.       Hypermart......................................................................................................... 8
d.      Department Store..............................................................................................  8
e.       Perkulakan......................................................................................................... 8

     D.    DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 9




























      A.    PENDAHULUAN

Munculnya “bisnis retail” seperti mini market, super market, hypermarket dan sebagainya adalah bagian dari modernisasi dari pasar tradisional yang memungkinkan orang dapat berbelanja dengan fasilitas dan kenyaman serta pelayanan yang baik, selain itu harga dari setiap produk yang cukup terjangkau. Perubahan perilaku bisnis tersebut adalah bagian dari pengaruh perilaku pasar yang trend di luar negeri yang kemudian masuk ke Indonesia sejak tahun 1990an, ditandai dengan dibukanya perusahaan retail besar asal negeri sakura Jepang yaitu “SOGO”, sejalan dengan itu mengundang banyak reaksi kritikan, disebabkan Super market ini banyak diminati orang, yang berimplikasi pada persaingan pasar, utamanya pada usaha menengah seperti toko produk barang sejenisnya yang nyaris gulung tikar, bahkan sebagian kalangan menilai berdampak buruk terhadap perekonomian di Indonesia, maka Kemudian dikeluarkannya keputusan presiden No. 99/1998, yang menghapuskan larangan investor asing untuk masuk kedalam “bisnis retail” di Indonesia.
Batasan pasar tradisional diatas nampak kurang mewakili pengertian ritel tradisional secara utuh. Karena, berbeda dengan batasan toko modern yang terperinci mulai dari bentuk yang terkecil (minimarket) hingga yang terbesar (hypermarket), batasan pasar tradisional hanya menjelaskan adanya tempat yang luas (atau cukup luas) untuk melokalisasi toko, kios, dan petak-petak, sebagai tempat usaha milik para pedagang dan tempat masyarakat membeli  barang-barang kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, bila menggunakan klasifikasi bentuk ritel dalam mengkaji persaingan ritel tradisional dan ritel modern, agar berimbang dengan batasan toko modern yang terperinci dalam berbagai ukuran, maka perlu ditambahkan jenis ritel ukuran-ukuran kecil dalam ritel tradisional seperti toko, kios, dan warung yang tidak berada dalam lokasi pasar.  Kini di kabupaten atau kota bahkan desa di Indonesia, “bisnis retail” mulai banyak dilirik kalangan pengusaha, sebab memiliki pengaruh positif terhadap jumlah lapangan pekerjaan dan keuntungannya yang menjanjikan, dengan sistem pemasaran format self service, yaitu konsumen membayar di kasir yang telah disediakan.  Adanya sentuhan teknologi, yang terintegrasi pada perangkat lunak (software),  memudahkan pencatatan dengan menggunakan komputer, baik itu pencatatan aktifitas dan transaksi dari administrator, kasir, kepala gudang dan lain sebagainya,  membuat manajemen atau pengelolaannya rapi dan terkontrol serta laporan transaksi dapat di evaluasi setiap bulannya. Dari aspek sosialnya, menciptakan budaya baru dalam berbelanja, yaitu adanya atmosfer berbelanja yang lebih bersih dan nyaman.








      B.     LATAR BELAKANG

Persaingan dalam industri ritel dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu persaingan antara ritel modern dan tradisional, persaingan antar sesama ritel modern, persaingan antar sesama ritel tradisional, dan persaingan antar supplier. (Tulus TH Tambunan dkk, 2004). Diantara keempat jenis persaingan tersebut, persaingan antara ritel tradisional dan ritel modern paling  banyak mengundang perhatian, karena menempatkan satu pihak (ritel tradisional) dalam  posisi yang lemah. Sehingga hal ini memaksa semua pihak yang terkait (pelaku ritel, asosiasi,  pemerintah, pakar bisnis ritel) berperan aktif bersama-sama menyelesaikan ekses persaingan tersebut.Salah satu  indikator ketimpangan kekuatan antara ritel tradisional dan ritel modern dapat dilihat dari segi pertumbuhan kedua jenis ritel tersebut. Federasi Organisasi Pedagang Pasar Indonesia (FOPPI) mecatat di seluruh Indonesia terjadi penyusutan jumlah  pasar  tradisional sebesar 8% per tahun. Pada saat bersamaan, pertumbuhan pasar modern justru sangat tinggi. Mengambil contoh periode 2004-2007, laju pertumbuhan supermarket mencapai 50% per tahun. Pada periode yang sama, pertumbuhan hypermarket bahkan mencapai 70%. (SWA 06/XXV/2009). Gambaran pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan bisnis ritel meningkat positif mencapai 6,1%. Sebaliknya, keberadaan ritel tradisional masih menyisakan berbagai masalah. Berdasarkan survei yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) di 12 provinsi, tercatat ada kurang lebih 3.900 pasar tradisional dan 91% diantaranya dibangun kurang lebih 30 tahun yang lalu. (Seputar-Indonesia.Com. 25 Maret 2011). Lokasi keberadaan industri ritel merupakan salah satu titik lemah ritel tradisional. Menurut Haryadi Sukamdani, Wakil Ketua Umum Bidang Moneter, Fiskal, dan Kebijakan Publik Kadin Indonesia, lokasi pasar-pasar modern yang menyalahi aturan menyebabkan  ribuan pelaku UMKM di pasar tradisional dan tempat-tempat lainnya terpaksa gulung  tikar karena kalah bersaing dengan pasar modern. Dia menambahkan, di seluruh negara-negara di dunia, termasuk Eropa dan Amerika Serikat, hypermarket tidak diperkenankan berada di tengah kota. Namun di Indonesia, hypermarket atau supermarket  justru banyak di tengah kota. Ketidakjelasan  regulasi  mengenai industri ritel, terutama menyangkut jarak lokasi ritel, atau pelanggaran aparat  pemerintah yang memberikan  ijin usaha ritel walau melanggar aturan, menambah berat upaya melindungi ritel tradisional. Merilis berita sedikitnya sembilan minimarket di Jakarta ditutup karena melanggar aturan soal jarak minimal dengan pasar tradisional. Sebelumnya Pemprov DKI Jakarta menemukan 46 PNS terbukti  melakukan pelanggaran menerbitkan izin usaha untuk 13 minimarket. Dari 46 PNS ini ada yang sudah meninggal dan pensiun dan hanya tinggal 13 orang masih aktif bekerja sebagai PNS DKI Jakarta. Persaingan industri ritel tradisional dan ritel modern menimbulkan dorongan untuk menelaah anatomi persaingan tersebut. Tulisan ini merupakan telaah dari pustaka,  baik berupa penelitian, kajian, liputan dan pemberitaan, dalam  upaya lebih memahami deskripsi mengenai persaingan ritel tradisional dan ritel modern. Pembahasan dimulai dengan memberikan pengertian ritel tradisional dan ritel modern, kemudian dipertajam dengan membahas perbedaan karakteristik ritel tradisional dan ritel modern.




       C.     PEMBAHASAN

C.1. Pengertian Ritel Tradisional dan Ritel Modern

Bisnis ritel dapat diklasifikasikan menurut bentuk, ukuran, tingkat modernitasnya,
dan lain-lain, sehingga akan ditemukan berbagai jenis bisnis ritel. Namun, pada umumnya pengertian bisnis ritel dipersempit hanya pada in-store retailing yaitu bisnis ritel yang menggunakan toko untuk menjual barang dagangannya. Hal ini bisa diamati pada pembahasan- pembahasan isu mengenai bisnis ritel, baik di media massa maupun forum-forum diskusi, tanpa disadari terfokus pada bentuk ritel yang secara fisik kasat mata yaitu toko-toko usaha eceran.Regulasi pemerintah mengenai bisnis ritel berada dalam arus pemikiran seperti pada umumnya karena cenderung menggunakan pendekatan yang membatasi bisnis ritel hanya  pada in-store retailing. Termasuk dalam memberikan batasan mengenai ritel tradisional dan ritel modern. Perpres No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, memberikan batasan pasar tradisional dan toko modern dalam pasal 1 sebagai berikut:

§  Pasar Tradisional

Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi
dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan
melalui tawar menawar.

§  Toko Modern

Toko  Modern  adalah toko dengan  sistem pelayanan  mandiri, menjual berbagai jenis  barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan. Batasan Toko Modern ini dipertegas di  pasal 3, dalam hal luas lantai penjualan sebagai berikut: 

 a)      Minimarket, kurang dari 400 m2 (empat ratus meter per segi).

Minimarket merupakan jenis pasar modern yang agresif memperbanyak jumlah gerai dan menerapkan sistem franchise dalam memperbanyak jumlah gerai. Dua jaringan terbesar Minimarket yakni Indomaret dan Alfamart juga menerapkan sistem ini. Tujuan peritel minimarket dalam memperbanyak jumlah gerai adalah untuk memperbesar skala usaha (sehingga bersaing dengan skala usaha Supermarket dan Hypermarket), yang pada akhirnya memperkuat posisi tawar ke pemasok. Minimarket yaitu produk dijualnya hanya kebutuhan rumah tangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, jumlah produknya <5000 item, luas gerainya maksimum 400m2, potensi penjualannya maksimum 200 juta dan area parkirnya terbatas. Minimarket adalah  toko berukuran  relatif  kecil yang  merupakan pengembangan dari Mom & Pop Store, dimana pengelolaannya lebih modern, dengan jenis barang dagangan lebih banyak. Mom & Pop Store adalah toko berukuran relatif kecil yang dikelola secara tradisional, umumnya  hanya  menjual bahan pokok/kebutuhan sehari-hari yang terletak di daerah perumahan/pemukiman, biasa dikenal sebagai toko kelontong. (Tambunan dkk, 2004:4). Pada kelompok Minimarket, hanya terdapat 2 pemain besar yaitu Indomaret dan Alfamart.

a.1. ALFAMART

§     Menurut Pak Wira yang saat ini membuka usahanya di daerah yang jauh dari perkotaan tepatnya di daerah tangerang. Luas toko yang standar alfamart 150 – 250 m2, dirinya mampu meraup minimal Rp. 8.000.000/ hari lho. Jadi jika sebulan dia bisa meraup rata-rata terendah sekitar Rp.248.000.000,-. Itu masih ukuran terendah, belum keuntungan di atas rata-ratanya, terutama dalam memasuki musim liburan maupun hari raya. Kamu harus bilang WOW!! Karena dirinya bisa meraup sekitar Rp.200.000.000/bulan.

§    Waralaba Alfamart

Waralaba Alfamart adalah usaha minimarket yang dimiliki dan dioperasikan berdasarkan kesepakatan waralaba dari PT. Sumber AlfariaTrijaya Tbk, selaku pemegang merek Alfamart. Dengan motto “Belanja Puas, Harga Pas” model bisnis Alfamart adalah menjual berbagai kebutuhan sehari- hari dengan harga terjangkau dan berlokasi di sekitar wilayah perumahan.
Alfamart bekerjasama dengan Bank Negara Indonesia (BNI) memberikan kredit khusus pembiayaan bagi penerima waralaba (franchisee) PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart). Kredit yang disedikan bagi penerima waralaba Alfamart itu mulai dari Rp 300 juta ingga Rp 1 miliar untuk tiap debitur.
Dengan kerjasama ini, Alfamart memberikan rekomendasi kepada calon penerima waralaba sehingga proses adminstrasi kredit dapat lebih cepat. Dengan syarat calon debitur telah disetujui sebagai calon penerima waralaba, dan mendapatkan rekomendasi secara bisnis dari Alfamart.
Kerjasama itu ditandatangani oleh Direktur Usaha Kecil, Menengah dan Syariah BNI Achmad Baiquni dengan Vice President Director PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk Henry Komala yang juga merangkap sebagai Franchise Director. Kerjasama ini merupakan bentuk dukungan BNI pada bisnis waralaba di Indonesia dan menggali potensi pembiayaannya. Dia menjelaskan ada lebih dari 800 merek yang telah diwaralabakan di Indonesia dengan puluhan ribu gerai dan dengan omset bisnis yang  mencapai Rp 81 triliun dan menyerap banyak lapangan pekerjaan.  “Karena telah bekerjasama dengan pemilik waralaba, skema pembiayaan ini lebih mudah, murah, dan lebih cepat dari skema pembiayaan komersial lainnya,” kata Baiquni di Jakarta Rabu 31 Maret 2010.
Per Februari 2010, jumlah gerai  Alfamart telah mencapai 3.532 gerai, dan 934 gerai di antaranya merupakan toko franchise. Diharapkan dengan ditandatanganinya kerjasama antara Alfamart dan BNI ini mampu mendorong pertumbuhan toko franchise Alfamart menjadi 1.500 gerai di akhir tahun 2010.


a.2. INDOMARET:

Waralaba indomaret sendiri memukan kemitraan atau waralaba indomaret pada tahun 1997, kini dengan berjalan waktunya indomaret memiliki  kurang lebih 6161 gerai baik yang dikelola secara waralaba indomaret atau dikelola langsung oleh pihak indomaret.

Berikut ini estimasi biaya untuk membeli hak waralaba indomaret:

Budget Waralaba Indomaret
Rp 36.000.000 termasuk PPn

Budget Waralaba Indomaret Investasi
Rp 300.000.000 hingga  Rp 350.000.000 (biaya termasuk waralaba Fee, Perijinan, Pembelian, Peralatan Elektronik dan Non elektronik)

Budget Waralaba Indomaret Dalam Hal Royalti
Persentase Penjualan Bersih
Rp 0 hingga  Rp. 175.000.000  -> 0 %
Rp 175.000.000 hingga  200.000.000  -> 2 %
Rp 200.000.000 hingga  225.000.000  -> 3 %
> Rp 225.000.000  -> 4 %

     b)      Supermarket, 400 m2 (empat ratus meter per segi) sampai dengan 5.000 m2 (lima ribu meter per segi).

Supermarket Adalah bentuk toko ritel yang operasinya cukup besar, berbiaya rendah, margin rendah, volume penjualan tinggi, terkelompok berdasarkan lini produk, self-service, dirancang untuk memenuhi kebutuhan konsumen, seperti daging, hasil produk olahan, makanan kering, makanan basah, serta item-item produk non-food seperti mainan, majalah, toiletris, dan sebagainya. Pada kelompok Supermarket, terdapat 6 pemain utama yakni Hero, Carrefour, Superindo, Foodmart, Ramayana, dan Yogya + Griya Supermarket. Supermarket produk jualnya adalah kebutuhan  rumah tangga, makanan, dan termasuk kebutuhan harian, jumlah produknya 5000-25000 item, luas gerainya 400-5000m2, area parkirnya sedang (memadai), potensi penjualannya 200 juta-10 milliar. Dalam perkembangannya, format Supermarket tidak terlalu favourable lagi. Sebab, dalam hal kedekatan lokasi dengan konsumen, Supermarket kalah bersaing dengan Minimarket (yang umumnya berlokasi di perumahan penduduk), sementara untuk range pilihan barang, Supermarket tersaingi oleh Hypermarket (yang menawarkan pilihan barang yang jauh lebih  banyak). (Pandin, 2009).

b.1. Carrefour:

Pada bulan Januari 2013, Trans Corp melalui anak perusahaannya, PT Trans Ritel mengambil alih 100% saham PT Carrefour Indonesia sehingga nama perusahaan pun berubah menjadi PT Trans Retail Indonesia (Carrefour).

PT Trans Retail Indonesia berinovasi dalam memberikan standar pelayanan kelas dunia di industri ritel Indonesia. Carrefour juga memperkenalkan konsep hipermarket dan menyediakan alternatif belanja baru di Indonesia bagi pelanggan Carrefour. Carrefour menawarkan konsep ìOne-Stop Shoppingî yang menawarkan lebih dari 40.000 produk. Pelanggan dapat memperoleh pilihan produk yang lengkap untuk memenuhi segala kebutuhan sehari-hari dengan harga kompetitif. Hal ini didukung dengan lingkungan belanja yang nyaman dengan pelayanan terbaik untuk mencapai kepuasan pelanggan.
Saat ini, PT Trans Retail Indonesia sudah beroperasi di 83 gerai dan menyebar ke 28 kota di Indonesia. Sekitar + 72 juta pelanggan setia berbelanja di Carrefour setiap tahunnya. Sebagai salah satu pemain ritel terkemuka, Carrefour berusaha untuk mengikuti trend yang berkembang di masyarakat.

PT Trans Retail Indonesia juga telah memberikan kontribusi dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan daerah di sektor Pertanian dengan membeli 95% produk dari pasar domestik, meningkatkan kehidupan petani dengan menjaga hubungan jangka panjang dan memperluas akses pasar di gerai Carrefour, meningkatkan perkembangan kualitas produk lokal dengan memperkenalkan metode pertanian modern.

b.2. SUPER INDO:

Super Indo adalah supermarket di Indonesia. Bisnis ini sudah berkembang sejak tahun 1997. Hingga akhir tahun 2012, Super Indo sudah memiliki 103 gerai yang sebagian besar tersebar di kota-kota besar terutama di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Setiap gerai umumnya menjual berbagai produk makanan, minuman dan barang kebutuhan hidup lainnya.
Super Indo berkembang di Indonesia sejak tahun 1997. Menurut data dari situs web resmi Super Indo hingga akhir tahun 2012, Super Indo telah memiliki 103 gerai yang sebagian besar berada di Pulau Jawa dengan jumlah 5.400 karyawan terlatih. Setiap gerai umumnya menyediakan beragam produk kebutuhan sehari-hari.
Super Indo merupakan jaringan ritel internasional Delhaize Group, sebuah perusahaan ritel produk pangan berpusat di Brussel, Belgia yang beroperasi di tiga benua dan sebelas negara (Belgia, Amerika Serikat, Romania, Yunani, Luksemburg, Indonesia, Serbia, Bulgaria, Bosnia dan Herzegovina, Montenegro, serta Albania). Delhaize Group membeli 51% saham Super Indo pada tahun 1997.[1] Delhaize Group tercatat di bursa saham Euronext (EuronextDELB) dan Bursa efek New York (NYSE: DEG). Delhaize Group memiliki lebih dari 3.451 gerai pada akhir 2012. Super Indo memiliki private brand "365". "365" diluncurkan pada tahun 2006 dan telah memiliki lebih dari 140 jenis produk. Super Indo memiliki motto "Lebih segar, lebih hemat, lebih dekat."

    c)      Hypermarket, diatas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi);  

Hipermarket merupakan toko ritel yang dijalankan dengan mengkombinasikan model discount  store, supermarket, dan warehouse store di satu tempat. Barang-barang yang ditawarkan meliputi produk grosiran, minuman, hardware, bahan bangunan, perlengkapan automobile,  perabot rumah tangga, dan juga furniture. (Sopiah,2008:52). Pada kelompok Hypermarket hanya terdapat 5 peritel dan 3 diantaranya menguasai 88,5% , pangsa omset Hypermarket di Indonesia. Tiga pemain utama tersebut adalah Carrefour yang  menguasai hampir 50% pangsa omset hypermarket di Indonesia, Hypermart (Matahari Putra Prima) dengan pangsa 22,1%, dan Giant (Hero Grup) dengan 18,5%. Hypermarket menawarkan pilihan barang yang lebih banyak dibanding Supermarket dan Minimarket, sementara harga yang ditawarkan Hypermarket relatif sama – bahkan pada beberapa barang bisa lebih murah daripada Supermarket dan Minimarket.

Hypermarket produk yang dijualnya adalah kebutuhan rumah tangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile, fashion, furniture, dan lain-lain, luas gerainya >5000m2, area parkirnya sangat besar, potensi penjualannya >10 milliar. (Pandin, 2009)

      d)     Department Store, diatas 400 m2 (empat ratus meter per segi);

Secara umum pertumbuhan bisnis department store tidak sepesat bisnis ritel lainnya seperti hypermarket dan minimarket yang menjual produk makanan dan sebagainya. Sedangkan department store adalah ritel yang menjual produk non makanan yaitu komoditi fashion termasuk pakaian, tas, sepatu, akesoris, perabotan rumah tangga yang ditata menjadi bagian-bagian (department) dengan sistem pembelian secara swalayan. Luas department store bervariasi dari 600 m2 sampai  mencapai 40.000 m2 seperti Sarinah dan Pasar Raya, namun kebanyakan department store besarnya berkisar antara 1.000 - 4.000 m2. Bisnis department store di Indonesia didominasi oleh beberapa pemain saja. Menurut nilai penjualannya, market share tiga department store yakni Matahari, Ramayana dan MAP (mengelola Sogo, Debenhams, Seibu, Lotus) secara  kumulatif mencapai lebih dari setengah dari industri ini. 
Berikut dari Department Store:

·         PT. Matahari Department Store meraih penjualan sekitar Rp 15,5 triliun pada 2010 lalu. Jumlah ini naik 10% dari sebelumnya yaitu Rp 14 triliun.
·      PT. MAP Tbk yang memiliki Sogo, Seibu, Debenhams dan Lotus mencatat penjualan Rp 6,3 triliun, dimana sekitar 44% merupakan kontribusi dari department store yaitu sekitar Rp 2,7 triliun pada 2010.
·    PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk mencatat penjualan sekitar Rp 4,25 triliun. Dari jumlah tersebut sekitar 73% adalah merupakan kontribusi dari department store sekitar Rp 2,9 triliun.


        e)      Perkulakan, diatas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi).

INDOGROSIR (Pusat Perkulakan) adalah pusat perkulakan modern pertama yang bergerak di bidang retail Perdagangan barang kebutuhan sehari-hari, seperti menjual  Peralatan Rumah Tangga, Produk Kebutuhan Rumah Tangga, dan lain sebagainya. Perkulakan dapat diartikan  sebagai sarana atau tempat usaha untuk menjual barang konsumsi secara grosir. Istilah lain dari perkulakan yakni PASAR GROSIR. Pasar Grosir ini juga merupakan Pasar tempat dilakukannya usaha perdagangan partai besar.





    D.    DAFTAR PUSTAKA
Tambunan, Tulus TH, dkk., 2004.  Kajian Persaingan dalam Industri Retail. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

SWA 06/XXV/2009.   Peaceful Coexistence”.

Seputar-Indonesia.Com. 25 Maret 2011. Bisnis Ritel Hadapi Kendala. http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/389103/.

Sopiah dan Syihabudhin. 2008.  Manajemen Bisnis Ritel. Edisi I. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Liputan6.com. 23 Maret 2011. Bisnis UMKM Tergerus Pasar Modern. http://berita.liputan6.com/ekbis/201103/325912/Bisnis_UMKM_Tergerus_Pasar_Modern

Pandin, Marina L. ”Potret Bisnis Ritel Di Indonesia: Pasar Modern”. Economic Review  No.215 Maret 2009